Beritapati.com – Kota, Upaya perwakilan nelayan bersama Bupati Pati dan gubernur Jawa Tengah untuk bernegosiasi dengan Presiden Jokowi terkait penggunaan cantrang menuai hasil. “Presiden akhirnya memperbolehkan nelayan cantrang untuk bekerja dan melaut kembali. Tidak ada batasan waktu sampai nanti dari Pemerintah Pusat bersama-sama nelayan akan melakukan uji petik penggunaan alat tangkap cantrang”, terang Bupati Pati Haryanto usai menghadiri pertemuan perwakilan Aliansi Nelayan Indonesia dengan Presiden RI Joko Widodo di rumah makan Sate Batibul Kabupaten Tegal, Senin (15/1).
Haryanto tak dapat menyembunyikan rasa syukurnya lantaran para nelayan di wilayahnya diperbolehkan melaut kembali, dan bahkan besok rabu, 17 Januari 2018 para nelayan tersebut diundang ke istana negara untuk membahas secara detail kelanjutan kebijakan tersebut.
16 perwakilan nelayan cantrang se Indonesia yang turut hadir di pertemuan itu bahkan berencana mengganti aksi demo ke istana dengan kegiatan istighosah guna mensyukuri kebijakan baru tersebut. “Rencana awal kan Rabu besok mau demo ke istana, tapi dengan adanya keputusan ini ya kami ubah acaranya jadi istighosah sebagai ucapan syukur sekaligus juga karena memang bus-busnya sudah terlanjur kami pesan”, ujar perwakilan nelayan dari Kabupaten Pati yang dalam perundingan itu diwakili oleh H. Rasmijan, Hery Budiyanto, Solikhin dan Sutejo.
Sebelum nelayan menerima kabar gembira ini, mereka telah lebih dulu diresahkan oleh Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan No 2/2015 tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Nets) dan Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan, penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan yaitu pukat hela, pukat tarik, termasuk cantrang tidak diperbolehkan terhitung sejak 1 Januari 2018.
Cantrang adalah alat penangkapan ikan yang bersifat aktif dengan pengoperasian menyentuh dasar perairan. Cantrang dioperasikan dengan menebar tali selambar secara melingkar, dilanjutkan dengan menurunkan jaring cantrang, kemudian kedua ujung tali selambar dipertemukan. Kedua ujung tali tersebut kemudian ditarik ke arah kapal sampai seluruh bagian kantong jaring terangkat.
Penggunaan tali selambar yang mencapai total panjang lebih dari 1.000 meter (masing-masing sisi kanan dan kiri 500 meter) menyebabkan sapuan lintasan tali selambar sangat luas. Ukuran cantrang dan panjang tali selambar yang digunakan tergantung ukuran kapal.
Pada kapal berukuran di atas 30 Gross Ton (GT) yang dilengkapi dengan ruang penyimpanan berpendingin (cold storage), cantrang dioperasikan dengan tali selambar sepanjang 6.000 meter. Dengan perhitungan sederhana, jika keliling lingkaran 6.000 m, diperoleh luas daerah sapuan tali selambar adalah 289 hektare.
Penarikan jaring menyebabkan terjadi pengadukan dasar perairan yang dapat menimbulkan kerusakan dasar perairan sehingga menimbulkan dampak signifikan terhadap ekosistem dasar bawah laut.
Berdasarkan data Aliansi Nelayan Indonesia, selain berdampak pada penghidupan nelayan, pelarangan cantrang juga telah membuat 11 unit pengolahan ikan (UPI) dengan 550 pekerja tutup, 12 unit “cold storage” dengan 180 pekerja tutup, 864 buruh dan pekerja di pelabuhan perikanan menganggur serta 101 pemilik kapal mengalami kredit macet dengan total utang mencapai Rp70,13 miliar.
Berdasarkan catatan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah, ada sekitar 6.000 dari 16.000 kapal berukuran di bawah 10 gros ton (GT) di provinsi Jawa Tengah yang teridentifikasi menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan. Sejauh ini, baru 2.341 unit bantuan alat tangkap pengganti yang disalurkan pemerintah pusat. Artinya, lebih dari 3.000 kapal di bawah 10 GT belum menerima bantuan dan kini berhenti melaut sama sekali. (dok humas Kabupaten Pati)